GERPOLEK
Gerilya - Politik - Ekonomi
Tan Malaka (1948)
Kontributor: Abdul, ejaan diedit oleh Ted Sprague (Maret 2008)
KATA PENGANTAR
Sudah
kepinggir kita terdesak!
Sampailah
konon sisa-ruangan yang tinggal bagi kita dalam hal politik, ekonomi, keuangan,
dan kemiliteran.
Inilah
hasilnya lebih dari pada dua tahun berunding!
Lenyaplah
sudah persatuan Rakyat untuk menentang kapitalisme-imperialisme! Lepaslah
sebagian besar daerah Indonesia ke bawah kekuasaan musuh. Kembalilah sebagian
besar bangsa Indonesia ke bawah pemerasan-tindasan Belanda. Berdirilah pelbagai
Negara boneka dalam daerah Indonesia, yang boleh diadu-dombakan satu dengan
lainnya! Kacau-balaulah perekonomian dan keuangan dalam daerah Republik sisa.
Akhirnya, tetapi tak kurang pula pentingnya terancamlah pula Tentara Republik
oleh tindakan REORGANISASI DAN RATIONALISASI yang dalam hakekatnya menukar
Tentara Republik menjadi tentara Kolonial: SATU TENTARA TERPISAH DARI RAKYAT
UNUTK MENINDAS RAKYAT ITU SENDIRI.
Alangkah
besar perbedaannya keadaan sekarang dengan keadaan pada enam bulan permulaan
Revolusi!
Dikala itu
70 juta Rakyat Indonesia bertekat satu menentang kapitalisme/imperialisme!
Segala alat dan sumber kekuasaan berada di tangan Rakyat Indonesia. Semua
sumber ekonomi dipegang oleh Rakyat sendiri. Seluruhnya Rakyat serentak
mengambil inisiatif membentuk laskar dan Tentara, mengadakan penjagaan di
sepanjang pantai dan di tiap kota dan desa dan serentak-serempak mengadakan
pembelaan dan penyerbuan!
Dapatkah
dikembalikan semangat 17 Agustus?
Sejarah
sajalah kelak yang bisa memberi jawab!
Tetapi
sementara putusan Sejarah itu dijalankan, maka kita sebagai manusia dan anggota
masyarakat ini tak boleh diam berpangku tangan saja melihat gelombang
memukul-mukul geladak Kapal Negara, yang sedang terancam karam itu.
Saya rasa
salah satunya Daya-Upaya untuk menyelamatkan Kapal Negara yang terancam karam
itu, ialah pembentukan Laskar Gerilya dimana-mana, di darat dan di laut!
Perasaan perlunya dibentuk laskar Gerilya dimana-mana itulah yang sangat
mendorong saya, merisalah “SANG GERILYA” ini!
Malangnya
sedikit, penulis ini bukanlah seorang Ahli-Kemiliteran. cuma ada sedikit banyak
bergaul dengan prajurit di dalam ataupun di luar negeri dan memangnya selalu
tertarik oleh ilmu kemiliteran.
Pengetahuan
yang dipakai buat membentuk risalah ini adalah pengetahuan yang diperoleh dari
percakapan dengan para prajurit itu serta dari pembacaan Buku dan Majalah
Kemiliteran. Tetapi bukanlah hasil pembacaan yang masih segar-bugar. Melainkan
sebagian besarnya adalah hasil pembacaan lebih dari pada 30 tahun lampau.
Tertumbuklah
kemauan penulis ini hendak menjadi opsir di masa berusia pemuda di Eropa, pada
pelbagai halangan dan rintangan maka terbeloklah perhatian kepada pembacaan
beberapa Buku dan Majalah Militer, dalam suasana Perang-Dunia Pertama.
Pengetahuan yang diperoleh di masa itulah yang masih dipegang sekarang!
Pengetahuan
itu memangnya mendapat beberapa perubahan selama bertahun-tahun di luar Negeri.
Tetapi tinggal pengetahuan lama dan keadaan berada di antara empat tembok batu
di belakang ruji-besi ini sama sekali tak ada pustaka kemiliteran, untuk
menguji kembali pengetahuan yang dipergunakan dalam Risalah ini sebagai bahan.
Dalam
keadaan begini, maka mungkin sekali beberapa Hukum Keprajuritan, yang terpaksa
dibentuk sendiri itu kurang tepat atau kurang memadai. Tetapi mengharap dan
percaya sungguh, bahwa para Ahli dan Pahlawan akan mengambil yang baiknya saja
dan akan membuang yang buruk; seterusnya akan menambah yang kurang dan
mengurangi yang berlebih. Kami mengharap dan percaya pula, bahwa para Ahli dan
Pahlawan akan memaafkan semua kekurangan dan kesalahan kami.
Pokok
perkara buat kami dalam keadaan terpaksa terpisah dari Masyarakat ini, bukanlah
terutama MENYELESAIKAN soal Militer, sebagai bagian terpenting dari Revolusi
ini, tetapi untuk MEMAJUKAN soal ini.
Mudah-mudahan
para-teman-seperjuangan yang lebih ahli dan lebih berpengalaman dalam
keprajuritan itu, kelak akan mengambil inisiatif mengarang buku kemiliteran
itu, yang lebih sempurna. Buku semacam itu perlu sekali buat mempopulerkan
ilmu-keprajuritan di antara Rakyat serta Pemuda kita justru sekarang ini!
Perkara
latihan dan teknik Perang sengaja tiada kami majukan disini! Dalam hal ini
latihan-Jepang selama dua-tiga tahun dan teristimewa pula latihan dan teknik
perang selama dua-tiga tahun bertempur di medan peperangan Indonesia yang
sesungguhnya itu, kami rasa sudah lebih dari pada memadai, dan diketahui oleh
pulu ribuan prajurit kita sekarang.
Yang kami
majukan disini cuma beberapa Hukum-Kemiliteran yang kami rasa amat penting!
Hukum Kemiliteran itulah, disamping pengetahuan yang lain-lain tentang politik
dan ekonomi yang kami rasa harus dimiliki oleh SANG GERILYA, sebagai anggota
atau pemimpin Laskarnya.
Taktik
Gerilya yang mengacau-balaukan Tentara Napoleon di Spanyol pada abad yang lalu;
taktik Gerilya sekepal Laskar-Boor yang mengocar-kacirkan Tentara Inggris yang
kuat-modern pada permulaan abad ini di Afrika-Selatan, taktik Gerilya yang
memusing-menggila-bingungkan Tentara ber-mesinnya Fasis Jerman di Rusia pada
perang Dunia kedua yang baru lalu ini ……………. Taktik dan Laskar Gerilya adalah
senjata yang maha-tajam bagi Rakyat Miskin tertindas; bersenjata serba
sederhana saja, untuk menghalaukan musuh yang bersenjatakan modern.
Mudah-mudahan
Risalah, yang tertulis tergesa-gesa dalam keadaan serba sulit ini akan
memberikan faedah kepada pemuda/pemudi, pahlawan-perwira pembela bangsa dan
Masyarakat-Murba Indonesia Raya!
Rumah
Penjara Madiun, 17 Mei 1948
Penulis
T A
N M A L A K A
I. REPUBLIK INDONESIA KEDALAM DAN KELUAR
DUA MUSIM
REVOLUSI
Banyak
sekali perubahan, yang diderita oleh REPUBLIK INDONESIA, semenjak lahirnya pada
tanggal 17 Agustus tahun 1945 sampai sekarang 17 Mei 1948. Dalam 2 ¾ (dua tiga
perempat) tahun berdirinya itu, maka merosotlah Republik itu dalam arti
politik, ekonomi, kemiliteran, diplomasi dan semangat. Jika usianya republik
kita bagi atas dua periode (musim) maka terbentanglah di depan mata kita musim
JAYA BERJUANG dan musim RUNTUH BERDIPLOMASI.
Musim-jaya-bertempur
jatuh pada kala, antara 17 Agustus 1945 sampai 17 Maret 1946. Berkenaan dengan
peristiwa politik, maka tempoh jaya-bertempur itu terletak antara PROKLAMASI
kemerdekaan dengan PENANGKAPAN para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun.
Musim-runtuk berdiplomasi jatuh pada kala antara 17 Maret 1946 sampai sekarang
17 Mei 1948. berkenaan dengan perstiwa politik, maka tempoh runtuh berdiplomasi
itu terletak antara PENANGKAPAN Madiun dengan PERUNDINGAN sampai sekarang.
APAKAH
DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM ITU BERSAMAAN DENGAN POLITIK?
JAWAB:
Penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan berarti suatu percobaan
pemerintah Republik menukar perjuangan MASSA AKSI atau AKSI MURBA dengan AKSI
BERDIPLOMASI. Menukar diplomasi BAMBU RUNCING dengan DIPLOMASI BERUNDING.
Menukar sikap “BERUNDING ATAS PENGAKUAN KEMERDEKAAN 100%” dengan sikap “MENCARI
PERDAMAIAN DENGAN MENGORBANKAN KEDAULATAN, KEMERDEKAAN, DAERAH PEREKONOMIAN DAN
PENDUDUK” yang pada musim jaya bertempur semuanya ini sudah 100% berada di
tangan bangsa Indonesia. Tegasnya menukar sikapnya bertempur terus sebagai
musuh lenyap berkikis dari seluruhnya daerah Indonesia dengan sikap menyerah
terus menerus buat mendapatkan perdamaian dengan musuh.
APAKAH
DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERKENAAN DENGAN EKONOMI?
JAWAB:
Menukar tindakan yang sudah mengembalikan semua milik musuh ke tangan rakyat
Indonesia, yang berhak penuh atas MILIK MUSUH dengan usaha mengembalikan
MILIK ASING walaupun MUSUH. Menukar kehendak membangunkan ekonomi atas Rencana
sendiri, Tenaga sendiri, dan Bahan sendiri untuk Kemerdekaan seluruhnya Rakyat
Indonesia dan kebahagiaan dunia lain dengan usaha KERJA-SAMA dengan
KAPITALIS-IMPERIALIS BELANDA, yang sudah 350 tahun memeras dan menindas Rakyat
Indonesia.
APAKAH
DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERDEKAAN DENGAN DIPLOMASI?
JAWAB:
Menukar serangan terus menerus baik secara GERILYA ataupun secara GERAK-CEPAT
(Mobile warfare) dengan maksud menghalaukan atau menghancurkan musuh dengan
tindakan “CEASE-FIRE-ORDER” (gencatan senjata) dan tindakan mengosongkan
“KANTONG”. Tegasnya menukar siasat keprajuritan yang bisa MELEMAHKAH dan
akhrinya MENAKLUKKAN MUSUH dengan siasat yang MEMBERI KESEMPATAN PENUH
KEPADA MUSUH untuk memperkokoh kedudukan dirinya sendiri serta
memperlemah kedudukan kita.
APAKAH
DASAR UNTUK PEMBAGIAN ATAS DUA MUSIM BERKENAAN DENGAN KEMILITERAN?
Berhubung
dengan keterangan bekas perdana menteri Amir Sjarifudin dalam Sidang Mahkamah
Tentara Agung dalam pemeriksaaan peristiwa 3 Juli, maka nyatalah bahwa
penangkapan para pemimpin Persatuan Perjuangan di Madiun ada hubungannya dengan
Diplomasi-Berunding. Menurut keterangan Amir Sjarifudin penangkapan tersebut
dilakukan oleh Pemerintah Republik berdasarkan SIFAT PERMINTAAN dari DELEGASI
INDONESIA.
DELEGASI
adalah satu Badan Perantaraan Republik yang berhubungan dengan wakil Inggris
dan Belanda di masa itu.
SURAT
PERMINTAAN menangkap rupanya bukanlah atas inisiatif Pemerintah Republik. Kalau
begitu maka surat-permintaan itu mestinya sebagai suatu “Concessie” (penyerahan
hak) dari pihak Republik kepada Inggris-Belanda atas desakan Inggris-Belanda
itu. Dalam hakekatnya maka pemerintah sudah menerima “permintaan” Negara-Musuh
buat menangkap warga-negaranya sendiri. Cuma celakalah warga-negara yang
menjadi korban concessie itu dan lebih celakalah pula, Negara Indonesia yang
terlanggar kedaulatannya itu.
APAKAH
AKIBAT PERTUKARAN SIKAP-TINDAKAN BERJUANG ITU DENGAN SIKAP-TINDAKAN-BERUNDING?
Pada
sekalian pulau di Indonesia, dalam seluruhnya masyarakat dan pada tiap-tiap
partai badan ketentaraan dan kelaskaran semangat berinisiatif, tabah-barani,
dan bersatu menyerang bertukar menjadi semangat passief menerima, melempem,
pecah belah dan curiga mencurigai.
PERHITUNGAN
(BALANS)
Jika kita
mengadakan perhitungan laba-rugi semenjak pertukaran musim jaya-berjuang dengan
musim runtuh-diplomasi, dalam hal politik, ekonomi, militer dan sosial, maka
kita akan memperoleh gambaran lebih kurang seperti berikut:
1. POLITIK.
A. Dalam
hal Daerah.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Seluruhnya
tanah yang lebih dari 700.000 mil persegi serta tanah dan pir yang lebih kurang
4.500.000 mil persegi itu berada di bawah kedaulatan Republik.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Cocok
dengan pengakuan “de facto” Linggarjati, maka tanah Jawa-Sumatra yang berada di
bawah kekuasaan Republik luasnya cuma 210.000 mil persegi atau 30% dari
seluruhnya daratan Indonesia. Dengan laut di pesisir Jawa / Sumatra kita
menerima 225.000 mil persegi, atau + 1/20 = 5 % dari Tanah dan
Air seluruhnya Indonesia.
Tetapi
dengan perjanjian Renville, maka hasil perundingan tadi sudah merosot lebih
rendah lagi. Enam atau tujuh daerah di Jawa terpencar dari – dan beberaa daerah
di Sumatera belum lagi lebih dari 2% dari pada seluruhnya Tanah dan Lautan
Indonesia.
B.
TENTANGAN PENDUDUK.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semuanya
penduduk yang jumlahnya 70 juta berada di bawah kedaulatan Negara Republik
Merdeka.
Di-Musim-Runtuh-Berjuang.
Dengan
menerima “de facto” Jawa, Sumatera, maka Republik AKAN menerima kasarnya 50
juta penduduk. Ini AKAN berarti sedikit lebih 70% penduduk.
Tetapi
dengan penandatanganan RENVILLE dan langsung berdirinya atau akan berdirinya
Empat atau lebih “Negara” Baru dalam daerah Jawa-Sumatra sendiri (ialah: Negara
Sumatera Timur, Negara Jawa Barat, Negara Jawa Utara, Negara Jawa Timur
(Blambangan), Negara “Batavia” dll) maka Republik akan meliputi paling mujurnya
cuma 23 juta jiwa. Jadi kasar cuma 33% dari seluruhnya Indonesia.
2. EKONOMI.
A. TENTANG
PRODUKSI.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semua kebun
(getah, kopi, kina, sisal dll) semuanya tambang (minyak, arang, timah, bauxit,
emas, perak dll), baik kepunyaan musuh ataupun sahabat berada di bawah
kekuasaan Republik.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Perjanjian
Linggarjati dan Renville mengakui pengembalian Hak Milik Asing itu baikpun
Milik Negara Sahabat, ataupun Miliknya Negara Musuh, ialah sesuatu Negara yang
memasukkan tentaranya ke daerah Republik.
B.
TENTANGAN PERHUBUNGAN.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semuanya
alat pengangkutan di darat dan di laut dimiliki dan dikuasai oleh Republik.
Cuma auto,
truk dan kereta untuk pengangkutan orang dan barang dari desa ke kota, ke
pelabuhan dan semua perahu atau kapal yang ada atau yang akan dibikin untuk
pengangkut orang dan barang dari pulau ke pulau dan kelak dari Indonesia ke
Negara lain berada di tangan Rakyat Indonesia. Dengan demikian maka alat
perdagangan yang terpenting dikuasai oleh Republik. Dengan adanya sebagian
besar dari kebun, tambang, pabrik, alat pengangkutan serta pelbagai Bank di
tangan Republik maka dengan cepat Rakyat Indonesia dapat melenyapkan kemundurannya
dalam ekonomi. Dengan cepat pula Rakyat Indonesia dapat mengejar kemakmuran
yang cukup tinggi buat tiap-tiap orang.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Menurut
Linggarjati dan Renville, maka Belanda berhak menuntut haknya kembali atas
miliknya di Indonesia. Dengan demikian maka kelak Belanda akan mendapat
kesempatan sepenuhnya menguasai kembali pengangkutan di daratan dan/atau di
lautan Idnonesia. Dengan begitu maka Belanda dengan kebun, pabrik dan tambang
serta semua Bnak yang ada di tangannya akan kembali menguasai perdagangan baik
ke dalam ataupun ke luar Indonesia seperti pada zaman “HINDIA BELANDA”
sekarangpun selama musim perundingan ini, Belanda sudah dengan AMAN sekali
memiliki dan menguasai hampir semua kebun, semua tambang semua pabrik dan semua
pelabuhan penting di Indonesia ini. Dengan begitu maka hampir semua export dan
import berada ditangannya. Dengan memblokade Republik, maka perekonomian
Republik mendapat hambatan yang hebat.
3. MILITER.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Semua
gunung, lapangan terbang yang penting buat pertahanan tentara dan Angkatan
Udara, beserta pelbagai senjata berada di tangan rakyat serta pemuda Republik.
Semua pelabuhan yang penting buat perdagangan dan pembelaan tetap berada di
tangan Republik, semua senjata dari granat tangan sampai bom-peledak dari
pistol sampai ke meriam, dari kapal perang sampai ke pesawat terbang dengan
“BAMBU RUNCING” sebagai modal pertama, direbut oleh Rakyat/Pemuda dari Jepang
dan Inggris.
Di seluruh
kepulauan Indonesia tak ada bandar, kota dan desa yang terbuka bagi musuh. Tak
ada lagi jalan yang tiada dihalangi dengan 1001 macam penghalang, sehingga
mustahil buat MENCEDERA Rakyat/Pemuda yang siap sedia.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Semuanya
pelabuhan penting berkah diplomasi di Surabaya, Semarang, Jakarta, Palembang,
Medan dan lain-lain Pelabuhan jatuh ke tangan Belanda.
Tiada
berapa lagi banyaknya lapangan terbang yang berada di tangan Republik, yang
dapat dipergunakan. Dengan mengosongkan “kantong” di Jawa Barat dan Jawa Timur,
serta beberapa tempat di Sumatera, maka Belanda dengan ujung lidah dapat
menguasai tempat yang dengan tank, meriam dan pesawat berbulan-bulan tak dapat
direbutnya.
Dengan
terus menerus mengirimkan bala-bantuan dan mengusulkan “gencatan senjata” kalau
terdesak ke laut dan mendapatkan “rasionalisasi” dari pihak Republik, maka
Belanda berada dalam kedudukan jauh lebih kuat dari pada ketika gencatan Perang
pertama pada bulan Oktober tahun 1946.
4.
SOSIAL-POLITIK.
Di-Musim-Jaya-Berjuang.
Perpecahan
di antara Partai dan Partai, Badan dan Badan serta Laskar dan Laskar yang
timbul pada permulaan Revolusi oleh “PERSATUAN PERJUANGAN”, yang didirikan pada
tangal 4-5 Januari 1946 di Purwokerto dapat dipersatukan kembali. 114
organisasi yang terdiri hampir semua Partai, Badan dan Ketentaraan bergabung
dalam Persatuan Perjuangan untuk menentang musuh bersama atas dasar MINIMUM
PROGRAM yang disetujui Bersama.
Di-Musim-Runtuh-Berunding.
Baru saja
perundingan dimulai dan “Persatuan Perjuangan” diganti dengan “Konsentrasi
Nasional”, maka timbullah pertentangan tajam antara yang setuju dengan
perjanjian Linggarjati dan yang Anti-perjanjian tersebut. Partai pecah menjadi
golongan yang pro dan yang anti terhadap Persetujuan Linggarjati. Sekarang (Mei
1948) kita mendengar nama Sayap Kanan, Sayap Kiri dan aliran “lebih Kiri dari
Kiri”. Hampir tiap-tiap partai pecah. Pula PKI sudah pecah menjadi tiga macam,
PKI lama, PKI Merah dan PKI. PBI pecah dua Partai Sosialis pecah dua pula dsb.
Entah berapa front didapat sekarang dan entah berapa pula Sarekat Sekerja yang sekarangnya
bersatu itu. Semua perpecahan itu memudahkan Belanda memasukkan kolonne ke
5-nya ke dalam semua Badan, Kelaskaran dan Partai sampai ke dalam Tentara,
Adminitrasi dan Pemerintah.
KESIMPULAN.
Dengan
adanya kedaulatan di tangan Raja Belanda menurut Linggarjati serta adanya nanti
kurang atau lebih dari selusin Negara Boneka, dengan kembalinya kelak hampir
semua kebun, pabrik, tambang, dan alat pengangkutan serta Bank di tangan Asing,
dengan beradanya hampir semua tempat, yang mengandung banyak bahan-logam dengan
aman di daerah pendudukan Belanda, dengan adanya kekuatan militer Belanda di
bumi Indonesia serta blokkade yang terus dilakukan oleh Belanda terhadap
Republik, dengan mudah masuknya kolonne ke-5 Belanda ke dalam organisasi,
administrasi, kemiliteran serta pemerintahan Rakyat Indonesia, maka menurut
Rencana Renville itu sekarang tak akan lebih dari pada 10% kekuasaan lahir yang
masih berada di tangan Republik Indonesia.
II. G E R P O L E K.
Apakah
artinya GERPOLEK?
Gerpolek
adalah perpaduan (Persatuan) dari suku pertama dari tiga perkataan, ialah
Gerilya, Politik, dan Ekonomi.
Apakah
gunanya GERPOLEK?
GERPOLEK
adalah senjata seorang Sang Gerillya buat membela PROKLAMASI 17 Agustus dan
melaksanakan Kemerdekaan 100 % yang sekarang sudah merosot ke bawah 10 % itu!
Siapakah
konon SANG GERILYA itu?
SANG
GERILYA, adalah seorang Putera/Puteri, seorang Pemuda/Pemudi, seorang
Murba/Murbi Indonesia, yang taat-setia kepada PROKLAMASI dan KEMERDEKAAN 100 %
dengan menghancurkan SIAPA SAJA yang memusuhi Proklamasi serta kemerdekaan 100
%.
SANG
GERILYA, tiadalah pula menghiraukan lamanya tempoh buat berjuang! Walaupun
perjuangan akan membutuhkan seumur hidupnya, Sang Gerilya dengan tabah-berani,
serta dengan tekad bergembira, melakukan kewajibannya. Yang dapat mengakhiri
perjuangannya hanyalah tercapainya kemerdekaan 100 %.
SANG
GERILYA, tiadalah pula akan berkecil hati karena bersenjatakan sederhana
menghadapi musuh bersenjatakan serba lengkap. Dengan mengemudikan TAKTIK
GERILYA, Politik dan Ekonomi, tegasnya dengan mempergunakan GERPOLEK, maka SANG
GERILYA merasa HIDUP BERBAHAGIA, bertempur-terus-menerus, dengan hati yang tak
dapat dipatahkan oleh musim, musuh ataupun maut.
Seperti
Sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan sanggup membinasakan Dasamuka,
demikianlah pula SANG GERILYA percaya, bahwa GERPOLEK akan sanggup memperoleh
kemenangan terakhir atas kapitalisme-imperialisme.
III. JENISNYA PERANG.
Cocok
dengan hasratnya Negara yang berperang-perangan, baiklah peperangan itu
kita bagi atas dua jenis saja. Pembagian yang dimaksudkan itu berdasarkan
pertentangan yang nyata. Jadi bagian yang satu sama lainnya, tiadalah
tutup-menutupi, melainkan benar-benar berpisah-pisahkan.
PERANG
JENIS PERTAMA, ialah: Perang yang dilakukan oleh satu Negara Ceroboh terhadap
Negara lain dengan maksud memeras dan menindas Negara lain itu.
PERANG
JENIS KEDUA, ialah: Perang yang disambut oleh satu Negara yang diserang untuk
mengelakkan diri dari serangan atau bagi membebaskan diri dari pemeras dan
penindas Negara lain yang sudah berlaku.
Kita
namakan saja Perang jenis-pertama itu PERANG PENINDASAN dan Perang jenis-kedua
itu PERANG KEMERDEKAAN. Syahdan maka kebanyakan peperangan dijalankan di zaman
feodal itu dikala NEGARA REBUT NEGARA, di benua Asia, Afrika dan Eropa, yang
banyak kita kenal dalam cerita dan dongeng adalah Perang Penindasan. Perang
Penindasan yang dilakukan di zaman kapitalisme ini kita sebut PERANG
IMPERIALISME. Hasratnya peperangan imperialisme itu ialah:
Pertama: untuk merebut bahan-pabrik serta bahan makanan dari Negara yang hendak
ditaklukkan itu.
Kedua : untuk merebut pasarannya Negara Takluk dan Negara jajahan itu buat
menjualkan barang pabriknya Negara Menang atau Negara Penjajah.
Ketiga: Untuk menanamkan modal kaum penjajahan dalam kebun tambang, pabrik,
pengangkutan, perdagangan serta Bank Asuransinya di jajahan dan dikuasainya
itu.
Ketiga
hasrat itu pada satu pihak menyebabkan bertambah kaya-raya dan kuasanya
kaum-kapitalis di Negara Penjajah itu. Di lain pihak menyebabkan bertambah
miskin, melarat dan bodohlah Rakyat di jajahan itu. Tetapi sebaliknya pula
dengan bermerajalelanya kemelaratan dan tindasan itu, maka timbullah pula
gerakan kemerdekaan buat melepaskan diri dari pada pemerasan dan tindasan itu.
Gerakan kemerdekaan itu pada satu tempo di satu tempat bisa meletus menjadi
perang kemerdekaan. Perang Kemerdekaan itulah yang tadi di atas kita masuklah
ke dalam Jenis-Kedua.
Baik di
zaman feodal ataupun di zaman kapitalisme ini Perang Kemerdekaan itu sering
pula terjadi. Perang Kemerdekaaan itupun boleh pula kita bagi atas dua
golongan, ialah:
Pertama:
Perang Kemerdekaan yang dilakukan oleh penduduk Jajahan melawan Negara
Penjajahan buat melepaskan belenggu yang dipasangkan oleh Negara Penjajahan itu
atas dirinya. Perang Kemerdekaan semacam ini sering disebut juga PERANG
KEMERDEKAAN NASIONAL. Perang Kemerdekaan Nasional yang masyur sekali di abad
ke-18, ialah perang kemerdekaan yang jaya, antara Amerika Terjajah dan Inggris
Penjajah. Lamanya Perang itu adalah lebih kurang tujuh tahun. Tetapi perang
kemerdekaan nasional di Amerika tiadalah berlaku antara dua bangsa yang
berlainan, melainkan di antara satu bangsa, ialah bangsa Anglo Saxon.
Kedua:
Perang Kemerdekaan oleh satu kelas dalam Negara melawan kelas lain di antara
sesama bangsa dan di dalam satu Negara. Perang Kemerdekaan semacam ini disebut
juga PERANG SAUDARA atau PEPERANGAN SOSIAL. Perang saudara atau perang sosial
ini mempunyai dua corak pula. Yang pertama bercorak BORJUIS dan yang kedua
bercorak PROLETARIS. Contoh yang masyhur buat perang kemerdekaan borjuis
berlaku di Perancis pada tahun 1789 sampai 1848. Pada perang saudara atau
perang sosial ini kaum borjuis melawan kaum feodal dan pendeta. Perang
kemerdekaan yang meletus pada tahun 1789 ini terakhir lebih kurang pada tahun
1848 dengan kemenangan kaum borjuis. Contoh yang agak masyhur pula buat perang
proletar terdapat di Perancis pula, ialah pada tahun 1871. Dalam perang
kemerdekaan proletaris ini, kaum proletar Paris merebut dan memegang kekuasaan
di kota Paris selama kurang lebih 72 hari saja. Di Rusia pada tahun 1917
berlakulah berturut-turut revolusi-borjuis dan revolusi (perang) kemerdekaan
proletaris. Pada tingkat pertama kaum borjuis menyingkirkan kaum feodal dan
pada tingkat kedua kaum proletar dengan kekerasan menghancur-leburkan keduanya
kaum feodal, pendeta dan kaum borjuis. Ada pula orang menyebut-nyebut perang
ideologis! Tetapi kalau ditinjau lebih dalam, maka perang-ideologispun
mengandung dasar yang nyata, ialah hasrat politik dan ekonomi yang
mengakibatkan atau mewujudkan dan keuntungan politik dan ekonomi juga.
SCHEMA
Dua jenis
PEPERANGAN
Jenis I:
Perang Penindasan.
Jenis II:
Perang Kemerdekaan.
Contoh:
Kebanyakan peperangan di Asia, Afrika dan Eropa, termasuk Peperangan dunia ke I
dan ke II. Golongan ke I terjajah melawan penjajahan (Perang Kemerdekaan
Nasional).
Contoh:
Amerika Serikat melawan Kerajaan Inggris (tahun 1776-1783). Golongan ke 2 Kelas
Tertindas melawan Kelas Penindas.
Corak I:
Borjuis Melawan feodal, seperti di Perancis (tahun 1789 dan 1884).
Corak II:
Kaum proletar melawan Borjuis dan feodal, seperti di Rusia (tahun 1917).
IV. PERANG DI INDONESIA
Yang
dimaksudkan, ialah perang melawan Jepang, Inggris dan Belanda semenjak
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
APAKAH
JENIS, GOLONGAN DAN CORAK PERANG INDONESIA ITU?
Bagi bangsa
Indonesia sendiri, maka perang yang dilakukannya semenjak Proklamasi itu,
bukanlah satu peperangan untuk menindas bangsa Asing. Dalam semua pertempuran
yang sudah berlalu sampai sekarang Rakyat Indonesia sama sekali tiada mempunyai
hasrat hendak merampas Negara Asing, serta memeras dan menindas Rakyatnya
Negara Asing itu. Rakyat/Pemuda Indonesia cuma mempunyai satu hasrat, ialah
memerdekakan Negaranya dari Kedaulatan dan Kekuasaan bangsa Asing. Untuk
melaksanakan hasratnya itulah, maka pada tanggal 17 Agustus 1945 diproklamirkan
dan dibentuk Republik Indonesia. Nyatalah sudah bahwa peperangan yang dilakukan
oleh Rakyat Indonesia selama ini termasuk ke dalam JENIS PERANG KEMERDEKAAN.
APAKAH
PERANG KEMERDEKAAN INDONESIA SEMATA-MATA PEPERANGAN YANG DITIMBULKAN OLEH
REVOLUSI NASIONAL SEMATA-MATA IALAH SATU REVOLUSI YANG MAKSUDNYA SEMATA-MATA
UNTUK MELEPASKAN DIRI DARI KEDAULATAN ATAU KEKUASAAN ASING, JADI CUMA MEREBUT
KEMBALI KEKUASAAN POLITIK BELAKA?
Di Amerika
pada masa belum ada pabrik-bermesin dan belum ada kereta api, jadi dimana
pencarian hidup masih berdasarkan pertanian atau perusahaan tangan belaka,
REVOLUSI NASIONAL itu dapat dilakukan dengan tiada banyak menyangkut-nyangkut
urusan ekonomi. Mungkin di Amerika masih bersahaja dalam ekonomi itu Inggris
dapat bertolak dengan tiada meninggalkan pabrik, kebun, tambang dan kereta
ataupun perkapalan di Amerika Utara itu. Rakyat yang ditinggalkan ialah bangsa
Inggris pula. Yang mengambil oper kedaulatan dan kekuasaan politik itu, ialah
bangsa Inggris (Anglo Saxon) juga.
Tetapi
bangsa Belanda yang memiliki kebun, tambang, pabrik, kereta, perkapalan dan
Bank-Asuransi di Indonesia tiadalah mungkin mau menyerahkan begitu saja semua
kedaulatan dan kekuasaaannya kepada bangsa Indonesia. Teristimewa pula karena
bangsa Indonesia itu umumnya tiada mempunyai kebun, pabrik, pengangkutan dan
Bank yang serba besar itu. Di mata Belanda penyerahan semua kedaulatan dan
kekuasaan politik itu kepada Bangsa Indonesia berarti membahayakan harta-benda
perusahaan dan bangsanya di Republik Indonesia ini. Belanda takut, kalau-kalau
hak miliknya akan dipajaki, dibeyai atau diganggu oleh Pemerintah Bangsa
Indonesia, dan takut perusahaannya dimogoki oleh pekerja Indonesia atau sama
sekali dirampas oleh bangsa Indonesia. Dengan perkataan lain, Belanda tak akan
mau menyerahkan semua kekuasaan dan kedaulatan itu kepada bangsa Indonesia,
tanpa Perkelahian.
Sebaliknya
pula buat Rakyat Murba Indonesia mengembalikan kedaulatan dan kekuasaan politik
saja kepada Bangsa Indonesia, belum berarti apa-apa. Seandainya kedaulatan dan
Kekuasaan politik dikembalikan kepada bangsa Indonesia serta semua cabang
Pemerintahan dipegang oleh orang Indonesia seperti Professor Husein
Djajadiningrat, Kolonel Abdulkadir dan Sultan Hamid tetapi semua kebun, pabrik,
tambang, kereta, Bank dll masih berada di bawah tangan Asing, maka KEMERDEKAAN
NASIONAL, semacam itu buat kaum Murba sama artinya dengan keadaan di “Hindia
Belanda” dahulu. Ringkasnya KEMERDEKAAN NASIONAL saja, KEMERDEKAAN POLITIK saja,
belum lagi berarti apa-apa buat Murba Indonesia, yakni buruh, tani dan
Rakyat-Jembel Indonesia.
Di
Indonesia ini, Belanda tidak bisa memberikan KEMERDEKAAN NASIONAL, yang penuh
kepada bangsa Indonesia dengan tiada membahayakan Hak Milik dan pencahariannya
sebagai kapitalis besar. Rakyat Indonesia tiadalah bisa memperoleh jaminan bagi
hidupnya dengan mendapatkan HAK-POLITIK, ialah Kedaulatan dan Kekuasaan politik
semata-mata, bilamana kapitalis Asing masih terus merajalela disini. Urusan
politik dan ekonomi tak bisa lagi dipisah-pisahkan di Indonesia! PERANG
KEMERDEKAAN Murba Indonesia berarti keduanya kemerdekaan politik dan perjuangan
buat jaminan ekonomi. Berarti KEMERDEKAAN NASIONAL, yang serentak menjamin
keadaan ekonomi dan sosial. Hasrat perang kemerdekaan Indonesia tiada saja
untuk melenyapkan tindasan politik imperialisme, tetapi juga untuk melenyapkan
pemerasan dan mendapatkan jaminan hidup dalam masyarakat baru yang
diperjuangkan itu.
Revolusi
Indonesia, bukanlah Revolusi Nasional SEMATA-MATA, seperti diciptakan beberapa
gelitir orang Indonesia, yang maksudnya cuma membelea atau merebut kursi buat
dirinya saja, dan bersiap sedia menyerahkan semua sumber pencaharian yang
terpenting kepada SEMUANYA bangsa Asing, baik MUSUH atau sahabat. Revolusi Indonesia,
mau tak mau terpaksa mengambil tindakan ekonomi dan sosial serentak dengan
tindakan merebut dan membela kemerdekaan 100%. Revolusi kemerdekaan Indonesia
tidak bisa diselesaikan dengan dibungkusi dengan revolusi-nasional saja. Perang
kemerdekaan Indonesia harus DI-ISI dengan jaminan sosial dan ekonomi sekaligus.
Baru kalau
disamping kekuasaan politik 100 % berada lebih kurang 60 % kekuasaan atas
ekonomi modern di tangan Murba Indonesia, barulah revolusi-nasional itu ada
artinya. Barulah ada jaminan hidup bagi Murba Indonesia. Barulah pula kaum
Murba akan giat bertindak menghadapi musuh dan mengorbankan jiwa raganya buat
memperoleh masyarakat baru bagi diri dan turunannya. Baru apabila para wakil
rakyat yang dipilih oleh rakyat Indonesia sendiri atas pemilihan yang
demokratis (umum langsung dan rahasia); baru apabila para wakil rakyat yang
sesungguhnya itu memegang pemerintah Indonesia, disamping lebih kurang 60 %
kebun, pabrik, tambang pengangkutan dan Bank Modern berada di tangan rakyat
Indonesia, barulah revolusi-nasional ada artinya dan ada jaminannya, bagi Murba
– Indonesia. Tetapi jika Pemerintah Indonesia kembali dipegang oleh kaki tangan
kapitalis Asing, walaupun bangsa Indonesia sendiri, dan 100 % perusahaan modern
berada di tangan kapitalis-asing, seperti di zaman “HINDIA BELANDA”, maka
revolusi nasional itu berarti membatalkan Proklamasi dan kemerdekaan Nasional
dan mengembalikan Proklamasi dan kemerdekaan Nasional dan mengembalikan
kapitalisme dan imperialisme International.
Sesungguhnya
dengan kecerobohan Belanda dengan tentaranya menyerang Republik Indonesia
dengan maksud hendak meruntuhkannya, maka Indonesia Merdeka semenjak 17 Agustus
1945 itu sudah berhak penuh MENYITA hak-milik si penyerang si-Ceroboh.
Proklamasi Kemerdekaan Rakyat Indonesia pada tanggal 17 Agustus tidak
bertentangan dengan Hukum-International, yang mengakui HAKNYA TIAP-TIAP BANGSA
MENENTUKAN NASIBNYA SENDIRI. Sjahdan pada tanggal 17 Agustus Rakyat Indonesia
sudah menetapkan hendak merdeka dan memutuskan semua macam belenggu, yang
diikatkan oleh bangsa Asing kepadanya. Selainnya dari pada hak tersebut, maka
menurut Hukum International pula, sesuatu Negara yang diserang oleh Negara lain
berhak membela dirinya dengan senjata dan berhak pula MENYITA Harta-Benda si
PENYERANG itu. Jadi penyerang Belanda terhadap Republik Indonesia itu
sebenarnya memberi kesempatan bagus kepada bangsa Indonesia untuk MENYITA
(artinya: memiliki tanpa mengganti kerugian hak-milik Belanda) yang
sesungguhnya adalah hasilnya TANAH dan TENAGA MURBA INDONESIA setelah 350
tahun.
Ringkasnya
bagi SANG GERILYA membela KEMERDEKAAN 100 %, serta MENYITA HAK MILIK MUSUH,
adalah satu kesempatan bagus yang seolah-olah jatuh dari langit yang
dihadiahkan kepada Rakyat Indonesia untuk melakukan kewajiban yang luhur serta
menjalankan pekerjaan yang suci murni!! Cuma manusia goblog yang tiada mengerti
akan kesempatan yang bagus itu dan cuma manusia pengecut atau curang yang tiada
ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi bermanfaat buat masyarakat sekarang
dan dihari kemudian itu.
V. SOAL PERANG
SOAL POKOK
dalam peperangan cuma dua ialah pertama SOAL MEMBELA dan kedua SOAL MENYERANG.
Dalam perjuangan hewan melawan hewan, di darat, di air dan di udara, dalam
perjuangan manusia melawan hewan atau dalam perkelahian manusia seorang melawan
seorang, serta tentara melawan tentara, maka SOAL MEMBELA dan MENYERANG itulah
yang menjadi DUA POKOK perhatian. Dalam perang besar yang kita kenal seperti
perang KURAWA melawan PENDAWA; Panglima WIDJAYA melawan tentara Kublaikan di
daerah Kediri; Diponegoro, Tengku Umar dan Tuanku Imam melawan tentara Belanda;
Tentara Napoleon melawan Inggris Serikat dan akhirnya tentara Jerman Serikat
melawan sekutu dalam Perang dunia kesatu dan kedua, semuanya ahli perang itu
menghadapi soal membela dan soal menyerang. Soal MEMBELA itu kalau kita
bentangkan lebih panjang, maka kita berhadapan dengan soal bagaimana melindungi
diri dari musuh dan bagaimana membinasakan penyerang sampai lumpuh, menyerah
atau musnah sama sekali, ketika memperlindungi diri itu. Soal MENYERANG itu
kalau kita bentangkan lebih panjang pula, maka kita peroleh soal bagaimana
menyerang musuh dengan menimbulkan kebinasaan sebanyak-banyaknya di pihak musuh
atau menyebabkan penyerahan atau kemusnahan musuh sama sekali dengan sedikit
kerugian di pihak penyerang sendiri.
Maka
berhubung dengan perbedaan sifat membela dan menyerang itu timbullah pula
perbedaan syarat senjata bagi si Pembela dan si Penyerang. Si Pembela
mengutamakan tempat yang tersembunyi yang dapat memberi perlindungan dirinya
terhadap penyelidik musuh, atau pakaian yang tidak nyata kelihatan dari jauh
dan terutama tempat yang dapat memberikan pukulan yang hebat terhadap
Penyerang. Di zaman lampau benteng beserta perisailah alat terutama untuk
melindungi diri prajurit. Tetapi perlindungan semacam kuno itu tak berharga
lagi di zaman perang modern ini; menghadapi meriam, roket, bom atom, alat
bactereologis, biologis, dan klimatologis di masa depan. Di daratan perang
modern pun menghendaki benteng, tetapi aturan (teknik) membikin dan benda, zat
serta alat pembikinnya jauh berbeda dari pada di zaman kuno. Pembelaan yang
penting buat di lautan di zaman modern, ialah kapal selam dan di udara pesawat
penggempur (fighter). Si Penyerang mengutamakan alat kendaraan yang cepat buat
bergerak, senjata yang dahsyat buat membinasakan musuh dari jarak jauh. Di
zaman kuno kuda, panah, bedil dan meriam kolot sudah cukup buat alat penyerang.
Tetapi di zaman perang modern alat semacam itu tak dipakai lagi. Buat penyerang
di darat didapati tank, meriam dan roket. Buat penyerang di laut dipakai kapal
penggempur pesawat bomber Jet yang terbang lari 600 mil kurang lebih 1000 km
atau lebih dalam satu jam, yaitu kelak dapat menaburkan wabah penyakit atau zat
yang dapat menghancur-leburkan tanah, rumah, tanaman, hewan dan manusia dalam
ruang yang besar di atas bumi kita ini.
Adapun
artinya pembelaan itu tiadalah DIAM MENUNGGU musuh begitu saja dengan senjata
di tangan. Tiadalah berarti menghantam musuh kalau musuh menyerang dan berhenti
menghantam kalau musuh tiada kelihatan. Pepatah kemiliteran yang manjur tepat
bebunyi: “PEMBELAAN YANG SEBAIK-BAIKNYA IALAH DILAKUKAN DENGAN MENYERANG”.
Maknanya pembelaan itu bukanlah berarti diam-menunggu saja, melainkan menunggu
sambil mengadakan serangan kecil atau besar. Tetapi SIASAT-POKOK ialah
pembelaan. Pusat perhatian mesti ditumpuhkan kepada pembelaan. Penyerangan itu
dilakukan cuma untuk menyelenggarakan pembelaan, ialah buat sementara waktu.
Pada pukulan terakhir penyerang jugalah yang menjadi kata-putusan!!!
Artinya
penyerangan itu tiadalah pula bergerak menghantam TERUS-MENERUS dengan tiada
berhenti-hentinya. Banyak hentian dan lama pula perhentian harus dilakukan
untuk mengumpulkan orang, senjata dan persiapan makanan dll sebelum penyerangan
itu dijalankan. Selainnya dari pada itu banyak dan lama pula penyelidikan yang
berbahaya harus dilakukan buat mengetahui kekuatan stelling dan maksudnya
musuh. Penyerangan yang dilaksanakan dengan tiada cukup persiapan dan dengan
tiada cukup penyelidikan tentang keadaan musuh; penyerangan yang dilakukan
dengan sia-sia, sombong dan gegabah akan berakhir dengan kemalangan atau
kecelakaan bangsa, walaupun si penyerang mempunyai cukup prajurit, keberanian
dan alat senjata. Dalam keadaan mempersiapkan diri buat menyerang itu, maka
tentara yang sedang bersiap itu harus pula bersedia membela, sambil menunggu
serangan musuh, yang mungkin tiba-tiba dilakukannya untuk mengacau balaukan
persiapan. Ringkasnya sifat membela itu banyak mengandung corak penyerangan. Sebaliknya
pula sifat menyerang itu banyak pula mengandung corak pembelaan. Cuma dalam
siasat pembelaan perhatian dipusatkan kepada pembelaaan dengan tiada
mengabaikan penyerangan. Dan dalam siasat penyerangan perhatian serta pikiran
dipusatkan kepada penyerangan dengan tiada mengabaikan pembelaan.
Berhubung
dengan seluk-beluk serta kemenangannya pembelaan dan penyerangan itulah, maka
persenjataan bagi kedua muslihat tadi ialah bagi muslihat pembelaan dan
muslihat penyerangan bantu-membantu pula. Muslihat membela membutuhkan senjata
penyerangan. Begitulah benteng tanah atau batu zaman kuno membutuhkan alat
penyerang seperti panah yang bisa mengenai musuh yang berjauhan. Demikian pula
benteng beton di zaman modern memerlukan alat penyerang sebagai meriam raksasa,
roket atau pesawat penggempur buat melindungi benteng beton atau baja itu.
Muslihat menyerang membutuhkan senjata pembela pula! Tank sebagai alat
penyerang itu mempunyai dinding yang dirasa tebal, ialah syarat pembelaan yang
dirasa tiada sanggup atau tiada ditembus oleh pelor biasa.
Akhirnya
perlu sedikit disebutkan disini, bahwa berhubung dengan dua soal tersebut,
yakni soal pembelaan dan soal penyerangan itu, maka LATIHAN keprajuritanpun
harus disesuaikan dengan masing-masing muslihat perang yang berkenaan.
Berlainlah pula sifat latihannya para prajurit yang dipersiapkan untuk
pembelaan dan penyerangan itu. Bagi siapapun juga teranglah sudah, bahwa
penyerangan itu membutuhkan nafas panjang buat berjalan jauh di dalam hujan dan
panas. Selainnya dari pada kesehatan yang mengandung syarat tersebut di atas,
maka para prajurit harus pula mempunyai semangat menyerang (offensive spirit),
keberanian, ketabahan yang tiada bisa dipatahkan oleh kekalahan atau kegagalan
sementara. Pembelaan itu lebih mengutamakan ketenangan fikiran, sifat tahan uji
dan sifat tak akan patah hati, walaupun si-penyerang datang bergerombolan
dengan senjata serba lengkap. Pembela adalah seorang anggota masyarakat, yang
tetap percaya kepada kemenangan-terakhir, asal DIA tetap bertahan sampai musuh
kehilangan akal untuk mematahkan semangat yang tak mengenal perkataan MENYERAH
itu.
Ringkasnya
si Penyerang mempunyai syarat teristimewa dalam kejasmanian dan mempunyai
semangat keberanian mau-menang dengan menyerang terus menerus. Si Pembela, di
luar kesehatan biasa, terutama mempunyai semangat tenang, sabar, tabah tak mau
mengakui kekalahan atau patah-hati. Semangatnya cocok dengan jago yang mati di
kalangan kalau perlu maka tempat pertahanan yang terakhir itulah yang akan
menjadi tanah kuburannya!
VI. ANASIR PERANG
Ada empat
ANASIR PERANG yang terpenting, yakni:
1. SOAL KEADAAN BUMI.
2. SOAL KEADAAN SENJATA.
3. SOAL KEADAAN ORANG.
4. SOAL TEMPOH.
Anaisr yang
lain tiadalah sebegitu penting. Lagi pula anasir-lain bolehlah dimasukkan ke
dalam empat anasir-pokok seperti tersebut di atas sebagai anasir-cabang. Maka
kewajibannya seorang Ahli-Siasat-Perang, ialah mempertimbangkan,
memperhubungkan serta mengemudikan keempat Anasir-Pokok dengan segala
Anasir-Cabang yang lain-lainnya.
Syahdan,
kalau salah satu dari pada ke-empat Anasir-Pokok itu berubah, yakni maju atau
mundur atau jika semuanya ke-empat anasir itu berubah atau bertukar, maka
berubah bertukarlah pada sifatnya perang yang dilakukan itu.
1. SOAL
KEADAAN BUMI.
Adapun satu
bangsa yang mendiami tanah, yang sebagian atau seluruhnya dikelilingi lautan,
menghadapi soal siasat perang (strategi) beserta persenjataan dan latihan
perang yang berlainan dengan bangsa lain, yang berada ditengah-tengah benua dan
berjauhan dari lautan tempat lalu-lintas. Pada masa sekarang bangsa Inggris
yang mendiami pulau menghadapi soal lain tentangan sesuatu peperangan dengan
bangsa Jerman, yang tinggal ditengah-tengah benua Eropa, yang jauh letaknya
dari pada Lautan-lalu-lintas dunia, dan cuma sebagian daerahnya saja yang
dibatasi oleh lautan yang kurang penting, ialah Laut Timur. Betapakah pula
bedanya persoalan perang itu buat bangsa Inggris dengan bangsa Swiss, yang sama
sekali jauh dari pesisir Laut. Berhubung dengan keadaan bumi itu, maka Rakyat
Inggris lebih mementingkan Armada dan angkatan Udara dari pada angkatan Darat.
Sedangkan sebaliknya Jerman lebih mementingkan angkatan Darat dan Udara dari
pada Armada. Dalam hal siasat perang, maka Inggris terutama selama damai lebih
mengutamakan siasat membela dari pada siasat menyerang. Tetapi para Ahli Siasat
Angkatan Perangnya Imperialisme Jerman lebih mengutamakan Siasat-Menyerang dari
pada Siasat-Membel, Swiss yang berada di pegunungan di pusatnya benua Eropa
sama sekali tiada mempunyai dan menghiraukan Armada. Swiss memusatkan persenjataannya
kepada Tentara Darat dan Angkatan Udara serta memusatkan siasatnya kepada
siasat membela.
2. SOAL
KEADAAN SENJATA.
Keadaan
senjata berhubungan rapat dengan tingginya alat perkakas (teknik) dan dengan
tinggi rendahnya pula pengetahuan sesuatu bangsa. Di zaman biadab, kampak dan
tombak batulah yang menajdi senjata. Di zaman logam besi, maka keris, pedang
dan bedillah yang menjadi senjata. Sekarang di zaman teknik dan pengetahuan
yang tinggi, meriam, tank, pesawat, roket, kapal, bom atom, bacteriologis,
biologis dan klimatologislah yang menjadi alat senjata. Berhubung dengan
perubahan senjata dari zaman kapak dan tombak batu sampai ke zaman tank dan bom
atom itu, maka berubah bertukarlah pula dalam masa ribuan tahun ini, siasat
perang bagi ahli Siasat-perang dan Latihan Perang, bagi para prajurit perang.
Latihan pembelaan bagi seorang prajurit yang berdiri di belakang parit atau
perisai yang menghadapi serangan musuh bersenjatakan kapak dan tombak batu,
berlainan sekali dengan latihan pembelaan seorang prajurit zaman sekarang, yang
diam di dalam gedung di bawah tanah, dan terbuat dari beton dan baja, yang
dilindungi pula oleh meriam dan pesawat terbang. Latihan Penyerangan yang harus
dipelajari oleh seorang prajurit bersenjatakan kapak atau tombak batu terhadap
musuh, yang berdiri di belakang parit memegang perisai, berbeda pula dengan
latihan seorang juru terbang yang mengemudikan sebuah bomber yang menuju ke
benteng pertahanan musuh, yang jaraknya sampai 2000 km, atau lebih dari
pangkalannya, dan yang harus pula mengatasi semua pembelaan musuh seperti
meriam dan pesawat penggempur.
3. SOAL
KEADAAN ORANG.
Kita bicara
dalam sejarah dunia, bahwa Iskandar Zulkarnaen yang disebut juga penakluk
dunia, mengalahkan hampir semua Negara beradab di masa itu dengan tentara
Yunani, yang terdiri dari pada cuma 40.000 orang (empat puluh ribu orang).
Dalam perang dunia ke- I (tahun 1914-1918) Jerman mempergunakan lebih kurang
6.000.000 (6 juta) prajurit. Dalam perang dunia ke-II (1939-1945) Soviet Rusia
mempergunakan lebih kurang 20.000.000 (20 juta) prajurit. Dengan naiknya jumlah
prajurit perang dari 40.000 sampai kepada 6.000.000 atau 20.000.000 orang, maka
berubahlah pula PANJANGNYA front dimana kedua belah pihak musuh berhadapan.
Dengan berubahnya panjang front itu maka berubahlah pula SIASAT membela dan
menyerang itu.
Marilah
kita sebentar memperingati front-Barat di eropa di masa perang dunia ke-I.
Dengan tentara yang besarnya antara 2 dan 3 juta, maka Inggris, Perancis dapat
melindungi seluruhnya front Barat dari laut sampai ke batas Swiss yang netral
itu. Barisan Jerman yang berhadapan dengan barisan Inggris/Perancis itu tak
bisa melakukan siasat pengepungan (umfassung). Kedua ujung barisan
Inggris/Perancis tak dapat dilalui oleh Barisan Jerman. Siasat perang yang
harus dilakukan, ialah siasat yang dinamai SIASAT PERANG STELLING
(Trench-Warfare). Dalam hal perang stelling itu, maka Barisan Jerman dapat maju
kalau stelling Inggris/Prancis dapat diterobos, ditembus dengan “Druchstross”
yang bisa diperdalam atau diperluas. Atau kalau seluruhnya front
Inggris/Perancis yang dipanjangnya lebih kurang 8002 km dapat dihalaukan terus
menerus dengan hujan pelor. Dalam peperangan di zaman Iskandar atau Hannibal,
dilakukan di lapangan luas, dengan tentara kaki dan kuda, yang terdiri dari
beberapa puluh ribu orang saja, satu tentara bisa melaksanakan penyerangan
menurut SIASAT-GERAK CEPAT (mobile-warfare) ialah siasat kepung-mengepung dan
tembus menembus barisan musuh. Dengan naiknya jumlah prajurit sampai jutaan
orang dengan semakin sempitnya ruang dan berubahnya persenjataan, maka pada
perang dunia ke-II ahli-Siasat-Perang menemui soal perang stelling. Siasat
GERAK CEPAT tiadalah LANGSUNG lagi dapat dijalankan seperti di zaman dahulu
kala, di zaman Iskandar, Hannibal, Caesar dan Napoleon.
4. SOAL
TEMPO
Anasir
keempat, ialah soal tempo ini tampaknya tiada begitu penting, tetapi sebenarnya
amat penting pula jika diperhubungkan dengan tiga anasir tersebut pula. Jika
diperhubungkan dengan tiga anasir tersebut di atas itu, maka Sang Tempo itu
adalah penting sekali. Tempo menentukan Siasat Perang di waktu pecahnya perang
dan menentukan persiapan pertahanan di masa sebelumnya perang. Soal tempo itu
dipergunakan dengan baik sekali oleh seorang Jendral Romawi yang bernama Pabius
Cunctator, Jendral Maju Mundur. Jendral ini berhadapan dengan Jendral yang
sangat ulung dan sangat populer di masa yan lampau, ialah Jendral Hanibal masuk
menyerbu ke Italia dengan melintasi pegunungan Alpen. Satu pekerjaan militer
yang dianggap mustahil dapat dilakukan di masa itu. Sekonyong-konyong Hannibal
sudah tiba di Italia Utara dan akhirnya di pintu gerbang Rome, Ibu Kota,
setelah mengalahkan tentara Romawi di Canmae Fabius, Jendral Maju-Mundur tak
mau melawan musuh yang ulung itu berhadap-hadapan, tetapi maju kalau Hannibal
berhenti dan mundur kalau Hannibal menyerang. Dengan demikian dia mengharapkan
tentara Hannibal yang berada jauh dari pangkalannya di Carthago itu
lama-kelamaan akan kehilangan orang, seorang demi seorang, kehabisan
perlengkapan dan kehilangan kesabaran. Sedangkan tentara Romawi akan tetap
bertambah kuat dalam segala-galanya itu. Pengikut Fabius, bernama Scipio
Afrikanus Minor dan Scipio Afrikanus Minor ini meneruskan siasat Maju Mundur
itu pula. Walaupun akhirnya Hannibal menjadi lemah, lantaran jerih payah,
kehilangan prajurit, senjata, perlengkapan serta kesabaran, sedikit demi
sedikit, dan akhirnya terpaksa kembali pula, tetapi Scipio masih meneruskan
taktik Fabius Conctator itu. Taktik Maju-Mundur itu oleh Scipio
diteruskan juga, walaupun Hannibal sudah terpaksa mundur sampai ke pangkalannya
sendiri di Afrika. Belum juga lagi Scipio memukul musuhnya dengan berhadapan,
tetapi lebih dahulu dia memotong jalan yang harus dilalui oleh bala-bantuan,
berupa makanan dan kuda yang dikirimkan kepada Hannibal. Akhirnya setelah
menderita kekuarangan dalam segala-galanya lahir dan batin, barulah Scipio
memberikan pukulan terakhir dan mencapai kemenangan.
Boleh
dikatakan, bahwa Jendral Hannibal, salah satu Jendral terulung dikalahkan oleh
Jendral Tempo. Sang Tempolah pula disamping keadaan sebagai penduduk sebuah
pulau mengizinkan Inggris kurang mengindahkan Tentara Darat di musim damai. Dan
Sang Tempo pula yang memberi kesempatan penuh buat mengadakan persiapan setelah
perang meletus dan mengadakan siasat membela dalam waktu lama sekali pada
permulaan perang. Ditemani terutama oleh Jendral Tempo, karena berada
diseberang laut itulah maka Inggris dapat membatalkan penyerbuan Napoleon,
Hindenburg dan Hitler berturut-turut.
Ringkasnya
perubahan empat anasir perang ialah:
1. keadaan bumi.
2. persenjataan.
3. banyak prajurit.
4. tempo masing-masing
Atau
semuanya sangat mempengaruhi merubah-merombak serta menukar Siasat Perang, baik
dalam hal pembelaan ataupun dalam hal penyerbuan.
VII. SYARAT PERANG YANG TETAP.
Sudah
dijelaskan pada Bab VI tadi, bahwa empat anasir, ialah:
1. kebumian.
2. teknik persenjataan.
3. banyaknya prajurit serta.
4. soal tempo
sangat
mempengaruhi dan malah bisa merubah-merombak siasat perang, yakni siasat
membela dan siasat menyerang. Demikianlah dengan berubah bertukarnya ke-empat
anasir itu dari zaman biadab ke zaman Julius Caesar, dari zaman Julius Caesar
itu ke zaman Napoleon dan dari zaman Napoleon ke masa perang dunia ke-I dan
ke-II, maka berubah bertukarlah pula siasat membela dan menyerang itu. Seperti
sudah diuraikan lebih dahulu, maka perubahan keempat anasir itu pada perang
Dunia pertama mengakibatkan perang Gerak-Cepat (Mobile warfare) TERPAKU kepada
perang STELLING (Trench Warfare). Tetapi ada yang tinggal tetap ditengah-tengah
perubahan besar-kecil selama ribuan tahun itu: yakni TETAP menurut pengertian
kita manusia biasa! YANG TETAP itu ialah beberapa syarat untuk memperoleh
kemenangan.
Syarat
Perang YANG TETAP selama ribuan tahun itu, yang terutama sekali diantaranya,
ialah:
1. KETINGGIAN NILAINYA SIASAT-MENYERANG.
2. PENYERANGAN SEBAGAI PUKULAN BAGI KEMENANGAN TERAKHIR.
3. SELUK-BELUK PEMBELAAN DAN PENYERANGAN.
4. CARA MEMUSATKAN TENTARA.
5. CARA MENENTUKAN PUSAT YANG BAIK ITU.
6. MEMPERBEDAKAN SIASAT PERANG DENGAN POLITIK.
7. TEKAD MAU MENANG.
Sekedang
keterangan bagi satu persatunya 7 syarat tersebut:
1.
KETINGGIAN NILAINYA SIASAT MENYERANG.
Seperti
sudah dijelaskan di atas, maka tidak saja menurut Siasat-Menyerang, tetapi juga
menurut Siasat-Pembelaan, penyerangan itu harus dilakukan sampai kemenangan itu
tercapai. Alasan yang tepat buat sikap menyerang itu, ialah:
1.
Si-penyerang itu berada dalam gerakan jasmani ataupun rohani. Keadaan ini
memberi kepuasan kepada watak yang aktif, yang suka beritndak, seperti
seharusnya watak seseorang prajurit. Sebaliknya Si-Pembela berada dalam keadaan
berhenti, menunggu, dalam keadaan pasif. Berhenti menunggu lebih mengganggu
urat syarat dari pada bergerak berbuat. Apabila pula buat seorang prajurit yang
berwatak bertindak, maka berhenti menunggu itu adalah satu siksaan hidup.
2.
Si-penyerang tahu lebih dahulu dimana tempat yang akan diserangnya. Apabila
kalau para penyelidik sudah memastikan lebih dahulu, bahwa tempat yang akan
diserang itu adalah tempat barisan musuh, yang lalai-lemah, maka Si-penyerang
tak akan mengenal lelah atau takut. Yang dalam pikiran dan perhatiannya cuma
kemenangan yang sempurna dan yang harus diperoleh dengan cepat. Sebaliknya
Si-pembela, yang berhenti menunggu di-belakang parit tiada tahu dari penjuru
mana musuh itu akan datang, bila musuh itu akan datang. Beberapa banyaknya
musuh yang akan datang itu dan apakah pula senjatanya musuh itu. Semuanya itu
mendebar-debarkan jantung dan melemahkan urat syarat mereka, yang tiada
berwatak sabar-tenang.
2.
PENYERANGAN SEBAGAI PUKULAN BAGI KEMENANGAN TERAKHIR
Maksud yang
penghabisan dari semua peperangan ialah memperoleh kemenangan terakhir. Dalam
perang yang bersifat GERAK CEPAT, maka kemenangan terakhir itu bisa langsung
diperoleh dengan memecah-belah mengepung menawan atau memusnahkan musuh. Dalam
perang yang bersifat maju-mundur-pun musuh belum lagi akan pulang kembali ke
negerinya atau menyerah kalah sebelum merasakan pukulan yang hebat dari pihak
si-pembela. Seperti sudah disebutkan di atas, maka pembelaan itu harus
dilaksanakan dengan penyerangan. Jadi bagaimanapun juga siasat yang dilakukan,
maka penyerangan jugalah yang akan memberi-putusan terakhir kepada sembarang
macam peperangan itu.
3. SELUK
BELUK PEMBELAAN DAN PENYERANGAN.
1. Jika musuh mempertahankan diri dengan kekuatan yang
besar, maka haruslah si-penyerang mempersiapkan tentara yang seimbang besarnya.
2. Apabila musuh mengadakan pertahanan yang
barlapis-lapis yang semakin ke belakang semakin kuat barisannya maka haruslah
si-penyerang mengadakan serangan dengan tentara berlapis-lapis pula. Dasar bagi
beberapa lapisan penyerang itu ialah lapisan yang paling belakang menyerang
haruslah yang paling kuat pula. Dengan begitu maka serangan yang menghadapi
lapisan pertahanan musuh yang kian dalam kian kuat itu bisa dilakukan dengan
beberapa lapisan pasukan yang kuat pula. Penyerang bisa berlaku cepat demi
cepat pula sehingga musuh terperajat, kacau-balau dan akhirnya menyerah atau
binasa.
3. Persiapan musuh yang dilaporkan oleh barisan patroli
tak bolah dibiarkan begitu saja. Persiapan itu harus dikacau-balaukan dengan
penyerangan terus-menerus. Dengan demikian maka persiapan musuh itu tak bisa
kuat selesai.
4. CARA MEMUSATKAN TENTARA.
Pemusatan itu dilakukan dengan terpisah
dan bergelombangan. Kita masih ingat bagaimana tentara Jepang menyerbu Indonesia
pada tahun 1942. Penyerbuan itu dilakukan oleh 3 pasukan yang berpisahan:
1. Pasukan yang berangkat dari Jepang melalui Malaya,
terus ke Sumatera;
2. Pasukan yang langsung dari Jepang menuju pulau Jawa
3. Pasukan yang berangkat dari Jepang melalui Kalimantan
dan menuju Sunda kecil dll.
Tiap-tiap pasukan itu maju berlapis-lapis
dan bergelombangan. Pasukan (2) yang ditujukan ke pulau Jawa itu dipecah pula
menjadi beberapa barisan, yang mendarat di empat tempat di pulau Jawa.
Tiap-tiap barisan itu dipecah pula menjadi beberapa lapisan yang maju
bergelombangan.
5. CARA MENENTUKAN PUSAT YANG BAIK ITU.
Pusat yang baik buat dituju, ialah sesuatu
GELANG dalam rantai pertahan musuh. GELANG ITU harus dipecahkan. Dengan
pecahnya gelang itu, maka terpotonglah rantai pertahanan musuh itu. Ahli siasat
Jepang menganggap Bandung-lah salah satu gelang yang penting buat pertahanan
pulau Jawa ini. Berhubungan dengan itu, maka dari Bantam (Banjarnegara) dan
dari Cirebon (Eretan) ditujukan berlapis-lapis pasukan ke arah Bandung itu.
Melihat tentara Jepang yang datang dari pelbagai pihak dan bergelombang, maka
Belanda sudah menyerah sebelum bertempur dengan sungguh-sungguh.
6. MEMPERBEDAKAN SIASAT PERANG DENGAN
POLITIK.
Perang adalah kelancaran politik. Apabila
pertikaian politik antara Negara dan Negara, antara satu bangsa-tertindas
dengan bangsa-penjajahan, atau antara satu kelas tertindas dengan klas
penindas, tiada dapat lagi diselesaikan dengan jalan damai, maka peranglah yang
akan menjadi hakim. Peranglah yang akan menentukan siapa yang benar, siapa yang
salah. Dalam hal ini dunia menganggap yang menang peranglah pihak yang benar.
Tetapi Siasat Perang harus dibedakan
dengan Politik.
Oleh sesuatu Negara Merdeka, maka kalimat
di atas ini biasanya ditafsirkan, bahwa janganlah perbedaan paham politik
dimasukkan ke dalam tentara. Tegasnya janganlah percekcokan antara Partai Kolot
(conservatif), Partai Liberal atau Demokratis, Partai Sosialis atau Komunis dll
ditarik-tarik pula dalam ketentaraan. Petuah yang biasa dipakai berbunyi: Tentara
itu tiada berpolitik. Oleh Keizer Wilhelm ke II, ketika meletusnya perang dunia
ke I, petuah itu dilaksanakan dengan ucapan: “Saya tak mengenal partai, saya
cuma mengenal orang Jerman”, Kedua petuah tersebut bermaksud supaya tentara
cuma memikirkan soal pertempuran saja. Tak usahlah tentara itu memikirkan garis
politik Negaranya. Serahkan sajalah urusan poltiik itu kepada para
Ahli-politik.
Selain dari pada tafsiran di atas, maka
ada pula tafsiran yang lain. Yaitu: bedakanlah urusan yang semata-mata urusan
politik (dalam arti bentuk dan kewajiban sesuatu Pemerintahan) dengan urusan
Perang semata-mata. Tegasnya pula! Bedakanlah soal garis politik serta CARA
BAGAIMANA mendapatkan makanan, pakaian dan senjata untuk Tentara itu dengan
CARA BAGAIMANA mengatasi musuh dalam pembelaan serta penyerangan.
Kedua tafsiran dari Negara Merdeka
tersebut di atas mendapat corak lain bagi sesuatu masyarakat yang sedang
BEREVOLUSI. Bukankah pula sesuatu Negara merdeka itu SUDAH mempunyai kepastian
tentangan soal daerah dan batas, soal kebangsaan-kewarganegaraan dan jumlah
penduduk, serta soal bentuk dan kewajiban pemerintahannya dll itu? Dan bukanlah
sebaliknya sesuatu BANGSA atau Kelas yang berrevolusi itu, JUSTRU SEDANG
memperjuangkan Masyarakat dan Negara itu yakni memperjuangkan daerah batas
warga penduduk serta bentuk dan kewajiban Pemerintah dll itu?
Memangnya ada Persamaan, tetapi ada pula
perbedaan bagi sesuatu Negara Merdeka dan bagi sesuatu Masyarakat Berjuang
berhubung dengan kedua tafsiran di atas tadi. Masyarakat Berjuang dan Negara
Perang memangnya keduanya sama-sama membedakan urusan politik dengan kewajiban
tentara. Tegasnya ialah, bahwa, kedua itu haruslah sama-sama membedakan urusan
menentukan garis-politik dan cara bagaimana mendapatkan makanan, pakaian dan
senjata bagi tentara dengan Siasat Membela dan Menyerang.
Tetapi berbeda dengan Negara Merdeka, maka
bagi bangsa dan kelas berjuang (seperti kita sekarang) memangnya politik dalam
arti PAHAM, IDIOLOGI, itulah yang sebenarnya menjadi otak-jantung, atau keyakinan-tekadnya
sesuatu tentara Rakyat, Tentara Murba, Tentara Bambu Runcing! Bangsa atau Kelas
Berjuang itu, yang bersenjata serba sederhana itu, justru harus mempunyai
tentara yang berpaham beridiologi, yang berkeyakinan politik, paham, idiologi
dan politik kebangsaan atau politik keproletaran itulah senjata Tentara
Kemerdekaan yang Nomor Satu! Begitu di masa revolusi Borjuis di Perancis (1789)
dan demikian pula halnya di masa revolusi Borjusi dan Proletar di Rusia (1917).
SANG GERILYA yang berpolitik jelas-tegas itu berkewajiban berusaha
sekeras-kerasnya mempengaruhi paham pasukannya, serta Rakyat disekitarnya
sambil berusaha mendapatkan semua kebutuhan hidup dan pertempuran bagi
pasukannya. Pasukan dan Rakyat berjuang buat kemerdekaan itu harus mengerti dan
setuju dengan isi kemerdekaan itu! Memang juga SANG GERILYA membedakan dan
memisahkan siasat perang dan politik. Berhubungan dengan itu maka di belakang
pula organisasi keprajuritan dengan organiasi Politik dan Ekonomi. Tetapi
(seperti juga Negara Merdeka tadi), maka organisasi politik dan tentara itu
Kerja-sama dimana tentara berada di bawah pengawasan (supervision-nya politik).
7. TEKAD MAU MENANG.
Seperti udara bagi rabu (paru-paru) untuk
bernafas, demikianlah pula TEKAD MAU MENANG itu adalah syarat bagi seseorang
prajurit untuk berperang. Seorang prajurit yang tiada mempunyai tekad semacam
itu, tiadalah pula mempunyai banyak harapan akan menang. Dia akan mudah
diombang-ambingkan oleh kesulitan atau kekalahan sementara. Satu petuah militer
dari bangsa Asing berbunyi: Dia menang, karena dia berpantang kalah. Kata
petuah pahlawan Indonesia : “Satu hilang, kedua terbilang; namanya anak
laki-laki." Artinya: Sesudah memasuki gelanggang peperangan itu, maka cuma
dua kata kemungkinan buat seorang pahlawan. PERTAMA: Dia mungkin hilang atau
tewas dalam perjuangannya. KEDUA: Dia mungkin terbilang artinya terhitung
sebagai seorang prajurit yang menang, sebagai seorang pahlawan jaya, karena
tekad semacam itulah, maka 300 (tiga ratus) pahlawan Sparta memperoleh ujian
dan pujaan luar biasa di zaman lampau. Mereka sanggup mempertahankan Negaranya
dan mengusir musuhnya yang datang menyerbu meskipun musuhnya terdiri dari
tentara yang berlipat ganda besarnya.